Denpasar (31/08)–Dalam upaya turut mendukung agenda pemerintah terkait penyelenggaraan KTT G20 pada November 2022 mendatang, Djarum Trees for Life (DTFL) lakukan penanaman 5.000 bibit di Kawasan Hutan Mangrove Pemogan, Denpasar, Bali. Inisiatif ini merupakan kelanjutan dari program konservasi ekosistem mangrove yang sudah dijalankan oleh DTFL sejak 14 tahun terakhir, dan telah berhasil menanam lebih dari satu (1) juta mangrove di sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Aksi penanaman di area seluas 5.000 meter di Pulau Dewata ini tidak dilakukan DTFL sendiri. Kali ini DTFL menggandeng Direktorat Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Pemerintah Provinsi Bali; akademisi; tokoh muda peduli lingkungan, serta 150 mahasiswa yang tergabung di Darling Squad, sebuah komunitas sadar lingkungan yang digagas oleh Djarum Foundation pada akhir 2018.
Sejak 2008, DTFL serius mendorong rehabilitasi dan konservasi mangrove, yang dimulai dari Mangkang, Semarang, Jawa Tengah. Selain penanaman, DTFL juga melakukan pendampingan ke masyarakat demi memastikan bibit yang ditanam dapat tumbuh maksimal, mengingat benih tersebut rentan terbawa arus pasang.
“Mangrove menjadi salah satu tumbuhan sentral dalam penanganan perubahan iklim karena kekayaan fungsi fisik, ekologi, sosial, ekonomi. Upaya pelestarian mangrove harus berkelanjutan mengingat tanaman yang hidup di wilayah perairan ini rentan mengalami kerusakan, baik secara alami maupun karena aktivitas manusia. Indonesia yang memiliki luasan mangrove hingga 22,6 persen dari total keseluruhan dunia memainkan peran sentral, termasuk dalam hal serapan emisi
karbon yang sangat besar dari mangrove. Oleh karenanya, kami akan selalu berkomitmen untuk mendukung upaya pemerintah dalam pelestarian mangrove di Indonesia,” tegas FX Supanji, Vice President Director Djarum Foundation.
Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Inge Retnowati, M.E. menyebut, “Mangrove memiliki banyak manfaat, baik secara lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Jika semakin banyak lahan mangrove dibuka, emisi karbon akan meningkat, sehingga memengaruhi perubahan iklim. Oleh karena itu, perlu dilakukan rehabilitasi dan konservasi mangrove. Untuk mengupayakan hal tersebut, perlu kerja sama berbagai pihak, baik kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi atau perguruan tinggi, perusahaan, para pemuda, maupun masyarakat dari berbagai kelompok.”
Gubernur Bali, I Wayan Koster dalam sambutannya yang diwakili oleh Asisten Pemerintah dan Kesra, Sekda Provinsi Bali, I Gede Indra Dewa Putra, SE., MM. menyampaikan, “Mangrove berperan besar dalam pengendalian perubahan iklim karena mampu menyimpan dan menyerap karbon empat sampai lima kali lebih banyak dari hutan tropis daratan. Kami mengapresiasi kegiatan penanaman dan konservasi mangrove yang diinisiasi oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation melalui program Djarum Trees for Life. Kegiatan ini merupakan bentuk aksi nyata penanaman mangrove, sebagai simbol upaya keberlanjutan lingkungan untuk mengurangi efek perubahan iklim, serta wujud kepedulian akan pelestarian hutan mangrove. Keterlibatan mahasiswa Bali dalam acara ini juga menjadi hal yang positif untuk lebih memahami tentang pelestarian mangrove. Dengan demikian, mereka tergerak untuk mendorong kelestariannya hingga bertahun mendatang.”
Dalam kesempatan ini, DTFL juga bekerja sama dengan Dr. Soni Trison, S.Hut., M.Si, akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk meluncurkan studi singkat bertajuk “Pengelolaan Hutan Mangrove dalam Rangka Mitigasi Degradasi Ekosistem dan Penguatan Karbon Biru.” Soni mengalkulasi, upaya DTFL dan mahasiswa ini dapat mendukung penyerapan 468,69 ton per hektar emisi karbon di Provinsi Bali, yang dapat dicapai dalam 20 tahun ke depan. Setelah tanaman tumbuh pada usia 10 tahun, masyarakat juga dapat memanfaatkan nilai guna langsung dari hutan mangrove untuk budi daya kepiting, serta memproduksi berbagai produk turunan dengan nilai mencapai Rp17 juta per Ha per tahun. Di samping itu, masyarakat pun dapat menerima manfaat atas nilai guna tidak langsung dari sektor ekowisata dan jasa lingkungan lainnya hingga Rp87 juta per Ha per tahun. Hal ini diproyeksikan dapat menggerakkan perekonomian, dengan total mencapai Rp104 juta per Ha per tahun. “Manfaat ini akan lebih optimal jika aksi rehabilitasi dan konservasi mangrove dilakukan secara terintegrasi hingga tahun 2042,” kata Soni.
Adapun aksi penanaman 5.000 bibit mangrove ini turut dihadiri oleh Nana Mirdad, selaku perwakilan generasi muda.